OpenAI Hadapi Kontroversi Hak Cipta dan Kembangkan Perangkat Fisik ChatGPT

OpenAI Hadapi Kontroversi Hak Cipta dan Kembangkan Perangkat Fisik ChatGPT

OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, kembali menjadi sorotan. Di satu sisi, mereka berjanji akan memperketat aturan hak cipta pada platform video kecerdasan buatan (AI) terbarunya, Sora 2, setelah menuai kritik. Di sisi lain, perusahaan ini dilaporkan tengah mengembangkan perangkat keras berupa “ChatGPT fisik” yang ambisius, yang juga menghadirkan tantangan baru terkait privasi dan keamanan pengguna.

Pengetatan Hak Cipta untuk Video Sora 2

Menyusul peluncuran aplikasi pembuatan video AI, Sora 2, pada 1 Oktober, OpenAI berjanji untuk memperkuat kontrol hak cipta. Langkah ini diambil setelah para pengguna dengan cepat menciptakan berbagai klip video yang meniru karakter-karakter dari properti intelektual terkenal, seperti dari kartun populer South Park hingga waralaba game Pokémon.

Dalam sebuah unggahan blog pada hari Jumat, Direktur OpenAI, Sam Altman, mengumumkan penyesuaian kebijakan tersebut. “Kami akan memberikan kontrol yang lebih terperinci kepada pemegang hak cipta atas pembuatan karakter,” janji Altman, kurang dari seminggu setelah aplikasi tersebut dirilis untuk publik.

Kritik dan Latar Belakang Gugatan Hukum

Sora 2, yang memiliki format mirip TikTok, memungkinkan pengguna untuk memasukkan gambar mereka sendiri ke dalam adegan yang dihasilkan oleh AI. Namun, kemudahan ini justru memicu pembuatan konten yang mereplikasi karakter berlisensi.

Perusahaan asal Amerika Serikat ini sendiri sudah menghadapi beberapa gugatan hukum terkait pelanggaran hak cipta, termasuk salah satu yang paling signifikan dari surat kabar The New York Times. Menurut laporan The Wall Street Journal, OpenAI kemungkinan akan menerapkan sistem di mana pemegang hak cipta, seperti studio film besar, harus secara aktif memilih untuk tidak mengizinkan (opt-out) karya mereka digunakan dalam proses pembuatan video di Sora 2.

Respons Nintendo Terkait Kekayaan Intelektual

Menanggapi maraknya penggunaan properti intelektual dalam konteks AI generatif, raksasa video game asal Jepang, Nintendo, turut angkat bicara. Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada hari Minggu, perusahaan menegaskan bahwa “tidak ada kontak apa pun dengan pemerintah Jepang terkait AI generatif.”

Nintendo dengan tegas menyatakan akan terus melindungi aset-asetnya. “Terlepas dari ada atau tidaknya keterlibatan AI generatif, kami akan terus mengambil tindakan yang sesuai terhadap pelanggaran hak kekayaan intelektual kami,” tegas perusahaan tersebut.

Ambisi Menciptakan “Sahabat AI” Melalui Perangkat Fisik

Tidak hanya berfokus pada perangkat lunak, OpenAI juga dikabarkan tengah mengembangkan perangkat keras yang disebut “ChatGPT fisik”. Menurut sumber yang mengetahui produk tersebut, tantangan utama yang dihadapi adalah menentukan “kepribadian” perangkat ini. Idenya adalah untuk menciptakan “seorang sahabat, bukan pacar AI Anda yang aneh.”

Perangkat ini didesain tanpa layar, berukuran sebesar ponsel pintar, dan dirancang untuk dibawa pengguna ke mana saja. Dilengkapi dengan beberapa kamera, speaker, dan mikrofon, perangkat ini dapat mendengar, melihat, dan berbicara dengan pengguna untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Tim pengembang dilaporkan masih kesulitan dalam menentukan suara dan gaya bicara sistem, serta memastikan perangkat tahu kapan harus memulai interaksi dan kapan harus mengakhirinya. Rencananya, perangkat ini tidak akan diaktifkan oleh kata perintah (seperti “Alexa” atau “Siri”), melainkan akan selalu aktif mendengarkan dan siap berinteraksi.

Kekhawatiran Privasi dan Masalah Keamanan yang Ada

Perangkat ChatGPT fisik ini merupakan bagian dari lini produk yang lebih luas dan diperkirakan akan diluncurkan pada akhir 2026 atau awal 2027. OpenAI ingin menciptakan pengalaman yang “mudah diakses namun tidak intrusif,” dengan tujuan melampaui kemampuan asisten virtual seperti Siri dari Apple.

Namun, model yang selalu aktif mendengarkan ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait privasi pengguna. Pengumpulan data secara terus-menerus tanpa perintah khusus memunculkan pertanyaan etis dan keamanan, selain tantangan teknis dan anggaran komputasi yang besar.

Kekhawatiran ini diperkuat oleh masalah yang sudah ada pada produk ChatGPT saat ini. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah ketika seorang remaja di Amerika Serikat berhasil mendapatkan informasi tentang metode bunuh diri dari chatbot tersebut, yang berujung pada tindakan tragis. Menanggapi hal ini dan kasus penyalahgunaan lainnya, OpenAI telah meluncurkan fitur kontrol orang tua. Namun, menurut laporan dari The Washington Post, fitur keamanan tersebut ternyata dapat dengan mudah dilewati oleh seorang remaja, menunjukkan bahwa tantangan keamanan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi perusahaan.

Iptek